Senin, 24 Oktober 2011

Internet Sebagai ‘Pusat Layanan Sumber Belajar’


Era internet telah mengubah banyak hal. Arus informasi yang begitu deras disertai pertukaran pesan yang begitu massif menjadikan dunia seolah tanpa batas. Internet telah menjadikan banyak orang tak ubahnya hidup di kampung global (global village).  Sebagai teknologi informasi yang mampu menjembatani beragam urusan, internet juga makin melekat dalam kehidupan sehari-hari. Anak-anak, remaja, hingga orang dewasa makin bergantung pada internet.’
Beragam hal dicari dan dilakukan dengan media internet. Mulai dari sekadar browsing, mengobrol (chatting), mengunduh data, gambar, lagu, hingga perangkat lunak (downloading), mengirim pesan melalui e-mail, hingga bermain game on line. Tidak hanya itu, internet juga menghubungkan banyak orang ke dalam komunitas maya melalui media sosial (social media) seperti Facebook, Twitter, Friendster, dan lainnya.

Internet juga memunculkan cara pandang baru dalam melakukan aktivitas harian. Pedagang dan pembeli kini tidak harus bertemu langsung. Sebab, ada fitur layanan bernama e-commerce. Perdagangan barang melalui dunia maya ini makin marak seiring makin amannya bertransaksi melalui internet. Para siswa kini juga tidak harus mendatangi perpustakaan untuk mendapatkan bahan bacaan. Berkat jasa besar dari mesin pencari (search engine) seperti Google, para siswa cukup berselancar untuk mendapatkan beragam informasi melalui internet. Inilah yang kemudian mendorong munculnya e-education.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa internet telah menjadi sumber informasi. Internet adalah pusat informasi yang multi bidang. Semua aspek kehidupan baik yang berdampak positif maupun negatif dapat diakses dan diperoleh dari internet. Karenanya, pemanfaatan internet untuk pendidikan menjadi makin penting guna mengarahkan siswa atau peserta didik agar menjadikan media tersebut secara positif.
Popularitas e-education terus naik seiring makin akrabnya kalangan pendidik untuk memanfaatkan internet sebagai sumber belajar. Kondisi tersebut juga didukung oleh makin banyaknya laman internet yang menyediakan layanan e-education. Situs e-education ini ada yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) maupun pihak swasta yang memiliki perhatian khusus untuk mengembangkan layanan pendidikan virtual berbasis internet.
Pemanfaatan internet sebagai Pusat sumber belajar juga sejalan dengan perubahan paradigma pendidikan yang terjadi saat ini. Dulu, guru menjadi pusat instruksi (teacher-centered instruction). Kini, kondisinya berubah menjadi siswa yang menjadi pusat instruksi (student- centered instruction). Dahulu, guru berperan besar mengantarkan pesan kepada siswanya. Sekarang, justru dikembangkan pertukaran pesan antara guru dengan siswa dalam membahas materi pelajaran. Perubahan paradigma ini juga dipengaruhi lahirnya teknologi multimedia yang mengganting cara pengajaran lama yang hanya bermedia tunggal (single media).
Era multimedia yang masuk ke ruang-ruang kelas telah menggeser papan tulis dengan monitor komputer. Melalui monitor komputer yang terkoneksi internet, guru dan siswa bisa menggali materi pengajaran dalam bentuk teks, visual, dan audio. Pelan namun pasti, guru dan siswa makin intensif berinteraksi dan mempertukarkan isi pikirannya. Interaksi maupun dialog antara guru dengan siswa semacam ini dahulu sulit terjadi. Penyebabnya, sang guru sibuk menuliskan materi ajar di papan tulis dan para siswa menuliskannya di buku.
Pemanfaatan internet sebagai sumber belajar bisa dipilah ke dalam 3 (tiga) tingkatan yakni: sederhana, menengah, dan tinggi. Pada tingkat sederhana, unsur pembelajaran masih didominasi tatap muka. Hanya saja, guru menyisipkan materi berupa file yang berbentuk soft copy  baik itu pdf, video, doc, dan lainnya sebagai bahan belajar mandiri. Penugasan dari guru juga sudah mulai dikumpulkan menggunakan email.
Untuk tingkatan menengah, unsur tatap muka mulai dikurangi prosentasenya, beberapa materi diunggah (upload) di dunia maya. Guru juga menyediakan referensinya. Tugas-tugas bagi siswa sudah diberikan melalui internet melalui saluran e-mail, blog, dan lainnya. Para siswa juga diharuskan mengumpulkan tugas-tugas tersebut lewat internet.
Pada tingkat tinggi, penggunaan internet oleh guru dan siswa sudah makin optimal. Di sini, guru dan siswa berinteraksi melalui Learning Management System (LMS). Melalui LMS, proses pembelajaran sudah berada di dunia maya secara penuh. Distribusi materi pembelajaran, bimbingan dan penugasan sudah sepenuhnya menggunakan sarana LMS tersebut. Peran guru hanya sebagai sutradara di dunia maya.
Di masa mendatang, pemanfaatan LMS sebagai sarana pembelajaran akan semakin meluas. Hal ini tentu saja akan sangat membantu tugas para guru dalam mendidik siswanya. Namun, pertemuan tatap muka di kelas tetap harus ada sebagai bentuk kendali antara pendidik dengan siswa yang dididik. Sebab, penggunaan LMS tidak lantas menjadikan para siswa mandiri secara penuh. Pada tahap inilah, pihak sekolah serta guru harus mampu mengelola waktu dan metode pengajaran yang dinilai bisa menguntungkan siswa. Jangan sampai, pemanfaatan internet sebagai sumber belajar malah menjadikan para guru enggan atau kesulitan berinteraksi dengan siswanya secara verbal di depan kelas.
Penting untuk disadari bahwa keberadaan internet maupun LMS hanyalah sebagai pendukung dalam aktivitas pembelajaran dan pengajaran. Sebagai makhluk sosial, guru maupun siswa tetap harus memiliki ruang dan waktu untuk saling berinteraksi secara tatap muka. Pemanfaatan internet sebagai Pusat sumber belajar juga bisa diartikan sebagai perluasan daya jangkau manusia (the extension of man). Jadi, melalui internet jarak yang jauh bisa didekatkan, dan beragam aneka sumber bisa di ‘collect’ dengan mudah serta tugas-tugas bagi siswa bisa didistribusikan secara personal dan mekanisme penilaian atas tugas juga bisa lebih cepat diselesaikan.
Sejalan dengan hal di atas, para guru tetap dituntut profesional dalam menjalankan tugasnya. Dengan internet, para guru diharapkan mampu mentransfer ilmu lebih efektif dan efesien kepada para siswanya. Dengan begitu, tujuan mulia pendidikan akan tercapai dengan waktu relatif singkat tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal. Guna mewujudkan hal tersebut, ada sejumlah tips yang bisa dijadikan pegangan bagi para guru yakni:
  • Buatlah jadwal khusus untuk bermain internet. Jadwal akan memaksa kita untuk melakukan suatu kegiatan menjadi seefektif dan seefisiensi mungkin serta mengurangi perilaku negatif yang akan membuat jadwal internet kita menjadi membengkak.
  • Kumpulkan, susun dan pilihlah kata kunci spesifik yang akan kita gunakan dalam mencari sumber belajar. Maraknya situs sampah akhir-akhir ini membuat proses pencarian menjadi sulit ditemukan maka hindarilah menggunakan kata kunci umum untuk mencari suatu sumber belajar.
  • Belajar dan buatlah blog sebagai salah satu catatan untuk menyimpan arsip-arsip dan atau sebagai administrasi dalam menjalankan profesi guru. Pengarsipan administrasi dalam bentukhardcopy memiliki banyak kelemahan, diantaranya; a) memerlukan tempat yang relatif luas, b) sulit dan lama jika ingin membuka-buka arsip lama, c) Mudah hilang. Jika arsip tersebut disimpan pada media blog maka orang lain juga berkesempatan untuk membaca sebagai bahan kajian mereka ataupun sekedar referensi dan ikut membantu menemukan kekurangannya.
  • Bergabunglah di grup, forum atau milis guru sebagai sarana diskusi antar para pendidik. Dengan begitu guru akan mudah untuk menyampaikan masalah, pengalaman dan idenya selama menjalankan profesinya. Dan bahkan mampu membuka wawasan guru tentang dunia pendidikan secara luas ketika terhubung dengan guru-guru lain yang datang dari berbagai latar permasalahan dan pengalaman.
  • Buatlah review untuk siswa terhadap suatu situs yang pernah guru kunjungi. Hal ini sangat bermanfaat bagi guru atau pun siswa dalam belajar suatu materi yang mungkin saja hal itu sangatlah sulit untuk disampaikan dikelas dan hanya mampu dijabarkan melalui penelitian siswa sendiri dengan referensi yang kita berikan melalui review situs yang guru berikan.
  • Buatlah grup khusus mata pelajaran yang guru ajarkan sebagai sarana diskusi bersama, hal ini untuk memfasilitasi bagi siswa-siswa yang sulit mengungkapkan permasalahnya secara langsung melalui pertanyaan dikelas atau untuk menyelesaikan pertanyaan dan atau masalah yang kemudian ditemukan ketika para siswa belajar diluar kelas.
  • Manfaatkan kelebihan jejaring sosial (facebook, twitter, youtube, dll) sebagai sarana memperluas dan mengkoneksikan isu-isu pembelajaran penting yang pada pertemua  tatap muka akan di bahas secara spesifik.

Senin, 17 Oktober 2011

HIDUP-HIDUPILAH MUHAMMADIYAH



16 Oktober 2011 11:14 WIB
Dibaca: 14
Penulis : guru ilmu
 
PADA 1912, kekuatan umat Islam di Surakarta dan Yogyakarta sudah dipatahkan penjajah. Keduanya telah dikelilingi pusat-pusat pendidikan Kristenisasi dari Ungaran, Salatiga, Boyolali, Kebumen, dan Magelang sebagai pusat pendidikan serdadu Belanda. Sunan Surakarta dan Sultan Yogyakarta hanya memiliki gelar semata karena semuanya dikuasai pemerintah kolonial Belanda. Akibat tidak ada sandaran kekuatan, akhirnya kaum Muslim ditindas, miskin, kelaparan, dan berbagai wabah penyakit menimpa. Kondisi itulah yang terjadi pada masyarakat Indonesia (pra merdeka) akibat diberlakukannya sistem Tanam Paksa yang berlangsung selama 93 tahun (1245-1338 H/1830-1919 M).
Pada masa itu, pihak kolonial Belanda memaksa orang-orang kecil/pribumi melaksanakan Tanam Paksa di wilayah bersawah, ladang tebu, dan hutan jati. Mereka dipaksa kerja di bawah ancaman peluru, cambuk, dan siksaan lainnya. Tidak sedikit yang menjadi korban. Setiap hari ada saja orang yang mati, terutama orang tua. Dampaknya, jumlah anak yatim piatu semakin banyak.
Tanah dan ladang mereka disita dan dimiliki oleh investor dengan bantuan penguasa Pribumi. Mereka juga dibebani dengan berbagai pajak yang wajib dibayarkan kepada para Boepati untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial Belanda. Kondisi memprihatinkan ini terjadi karena mereka tidak memiliki pelindung karena penguasa Pribumi, dari Loerah hingga Boepati, dan penguasa asing, bertindak sebagai penindas dan koruptor. Bahkan, bangsawan kalangan istana ketika itu tidak lagi memedulikan rakyatnya. Mereka sibuk dengan memperbanyak jumlah istri atau gundik dan senang mengisap candu. Sedangkan rakyatnya, hidup menderita. Semakin memburuklah kondisi masyarakat saat itu.
Keterpurukan kehidupan ekonomi di Surakarta, Jogyakarta, dan Semarang tambah parah dengan adanya huru hara anti-Cina pada Juli 1912. Pemerintah kolonial Belanda menuduh Sjarikat Dagang Islam sebagai dalang huru hara anti-Cina. Sjarikat Dagang Islam Hadji Samanhoedi kemudian dikenai schorsing pada Agustus 1912 M. Akibat tidak menerima schorsing tersebut, massa buruh Sjarikat Islam menjawab dengan pemogokan di Surakarta.
Kondisi memperihatinkan dan carut-marut ini kemudian mengilhami KH.Ahmad Dahlan (1285-1342 H/1868 -1923 M) mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912, Senin Legi, 7 Dzulhijjah 1330 H. Dahlan terpanggil hatinya menjawab tantangan kemiskinan struktural masyarakat Muslim korban penindasan sistem Tanam Paksa. Dengan merujuk pada surah Al-Maun (QS107: 1-7) berusaha membangkitkan kesadaran solidaritas kaum Muslim terhadap sesama Muslim yang menderita, terutama anak-anak yang fakir miskin dan yatim piatu dengan melakukan pembangunan Panti Yatim Piatu. Selanjutnya membentuk Majelis Penolong Kesengsaraan Oemoem (MPKO) pada 1336 H/1918 M. untuk mengurus kaum dhu`afa.
Muhammadiyah juga membangkitkan kesadaran wanita membentuk organisasi kewanitaan berbama Sopotrisno diprakarsai Nyi Ahmad Dahlan. Atas usul Hadji Mochtar, nama Sopotrisno diubah menjadi Aisyiah pada 28 Jumadil Akhir 1335 H./21 April 1917 M. Satu tahun kemudian membentuk organisasi untuk pembinaan gadis-gadis yang diberi nama Siswa Pradja Wanita pada 1336 H/1918 M. dan diganti nama menjadi Nasji’atoel Aisyiah pada 1348 H/1929 M. Kemudian mendirikan sekolah-sekolah yang memiliki ciri khas pengajaran agama dan umum.
Demikian penjelasan Ahmad Mansur Suryanegara dalam buku “Api Sejarah” halaman 419-440. Dalam buku yang diterbitkan Salamadani, 2009, ini Ahmad Mansur menguraikan bahwa strategi dakwah Muhammadiyah cenderung akomodatif dengan budaya lokal. Hal ini terlihat dari beberapa tokoh Muhammadiyah pada masa awal yang tidak melepaskan atribut kejawaan, seperti blankon, batik, dan mengenakan sarung.
Pemahaman keagamaan Muhammadiyah, khususnya KH.Ahmad Dahlan diakui pula oleh dosen luarbiasa jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN SGD Bandung ini dipengaruhi pembaru Islam: Sayyid Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan paham Wahabiyah. Pengaruh ini tertanam saat Ahmad Dahlan ke Mekkah untuk menunaikan haji dan belajar ilmu-ilmu agama.
Awalnya memang membangkitkan kesadaran dan solidaritas sosial, tetapi kemudian melihat realitas masyarakat Islam yang jauh dari ajaran Islam dan berkecenderungan pada kebatinan; Muhammadiyah mencoba meluruskannya. Wajar jika kemudian Muhammadiyah berwajah puritan dalam dakwahnya.
Mungkin sudah menjadi sunatullah bahwa Muhammadiyah kemudian hari, hingga sekarang banyak mengalami perubahan. Bagaimanakah perubahan dan perkembangannya serta kontribusinya bagi umat Islam Indonesia? Mau tahu? Baca deh buku “Api Sejarah”. Insya Allah tercerahkan!
sumber : http://guruilmu.wordpress.com/2011/09/20/mengapa-muhammadiyah-lahir/